Sovereignty
can be defined as the quality of having the highest, self‐regulating authority
over a certain geographical area, such as a state territory. It represents a
power of law making within its scope, which is considered to be legitimate
itself, without the need for any other justification.[1] Nihal
Jayawickrama, sebagaimana dikutip Predrag Zenović berpendapat‘In the context of the doctrine of state
sovereignty, it was inconceivable that international law could vest an
individual with any rights exercisable against his own state’.[2]
[1]Predrag Zenovic,
2012, Human Rights Enforcement Via
Peremptory Norms – A Challenge To State Sovereignty, RGSL Research Papers, No.
6, Riga Graduate School of Law, hlm.10
[2]Nihal
Jayawickrama, 2002, The Judicial
Application of Human Rights Law, National, Regional and International Jurisprudence,
Cambridge University Press, New York, hlm.17.
Alienated borderland suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktifitas
lintas batas, sebagai akibat berkecamuknya perang, konflik, dominasi
nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan agama, perbedaan kebudayaan dan
persaingan etnik.
Ajaran
hukum internasionalkeseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan sistem
konseptual aturan hokum dan putusan-putusan hukum. Sistem ajaran hukum
internasional tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. Dalam
hukum internasional kontemporer, ajaran para ahli berfungsi terbatas hanya
dalam analisa fakta-fakta, pembentukan pendapat-pendapat, dan kesimpulan-kesimpulan
yang mengarah pada terjadinya trend atau kecenderungan dalam hukum
internasional. Pendapat dan ajaran-ajaran tersebut bersifat pribadi dan subjektif.
Dengan semakin banyaknya ajaran yang menyetujui akan suatu prinsip tertentu
maka dapat dikatakan akan membentuk suatu kebiasaan baru. Pendapat dari para
pejabat di bagian hukum masing-masing negara, tidak bisa dianggap sebagai
ajaran para ahli hukum internasional namun justru bisa dilihat sebagai bagian
dari praktek negara-negara.
Advisory opinion
Mahkamah Internasional pendapat
mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory opinion tidaklah memiliki sifat
mengikat bagi yang meminta, namun biasanyadiberlakukan sebagai “compulsory
ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyaikuasa persuasive kuat. Terdapat dua advisory opinion Mahkamah
Internasional. Pertama, Natur Yuridik Pendapat Hukum (advisory opinion). Kedua,
Permintaan Pendapat Mahkamah Internasional. Badan yang dapat meminta pendapat
mahkamah serta Pemberian pendapat oleh mahkamah.
Advisory
opinionpendapat mahkamah yang berupa
dan bersifat nasehat. Advisory opinion merupakan suatu opini hukum yang dibuat
oleh pengadilan dalam mengatasi permasalahan yang diajukan oleh lembaga
berwenang. Advisory opinion tidak
memiliki kekuatan hukum yang bersifat mengikat bagi yang memintanya. Namun
umumnya diberlakukan sebagai compulsory ruling (keputusan wajib yang mempunyai
kuasa persuasif kuat. Nasehat hukum yang diterima atau tidak diterima
diserahkan kepada pihak pemohon).